Tuesday, 11 December 2018

First aid when attacked by poisonous snakes ” Snake Bite ”

First aid when attacked by poisonous snakes
 ” Snake Bite ”

When bitten by a snake most people are always panicked and gripped by fear. Actually, it does not need to be so, as long as you know the characteristics of snakes and how to handle them.
It is important to know that high and lethal venomous snakes have Proteroglypha and Solenoglypha tooth types. If humans are bitten by this group of snakes, the principle is to immediately get out of the body, inhibit the rate of toxins to the heart and get the right and correct first aid as soon as possible.
If it is not helped and mishandled it will have a fatal effect, namely death. If helped, it will usually leave a defect or marks on the bite. Actually, the number and type of high venomous snakes is less than the other groups, except all types of sea snakes that are highly venomous and very deadly.



there are several things that can distinguish between high-venomous and low-venomous snakes. However, some of the following features still do not precisely indicate the level of snake venom, so further observation and research are needed.

LOW VENOMOUS SNAKES
  • Ø  Movement is fast, afraid of enemies, aggressive
  • Ø  Activity during the day (diurnal)
  • Ø  Kill prey by twisting
  • Ø  The shape of the head is oval
  • Ø  Don't have canines
  • Ø  The bite is not deadly
  • Ø  After biting, immediately run


HIGH POISONOUS SNAKE
Ø  His movements are slow, calm, full of confidence
Ø  Activity at night (nocturnal)
Ø  Kill prey by injecting it can
Ø  The shape of the head tends to be a perfect triangle
Ø  Having canines, deadly poisons
Ø  Cannibal
Ø  After biting, still stay in place

FIRST HANDLING OF SNAKE BITES
People think all snakes are dangerous, and if they meet they will try to kill them. Actually it's not like that. Especially if you are bitten by a snake, usually handling excessive bites. As a result, it is quite fatal and detrimental to humans themselves. Likewise, if the handling of the effects of a high venomous snake is carried out slowly and wrongly, it can have a fatal impact on the victim.
The effect of snake venom bites on the human body besides being determined by the level of can / poison itself is also influenced by the endurance of the human body being bitten. The better the natural "defense" or antibody you have, and the healthier your body's metabolism, the bite effect will decrease. If, compared to victims who have poor immunity or are in a condition not fit due to tiredness or illness

IF YOURSELF IS BITTEN,
  1. Take a safe position,
  2. Stay away from snakes.
  3. Immobilize the patient and do elastic bandage on the bite wound to stop and slow down the speed to the heart.
  4. Calm the victim, do not do a lot of activities / movements that drain energy and accelerate the heartbeat
  5. Get to know the snake that is biting (VITAL STEPS and IMPORTANT!) If you can recognize a snake, adjust the help action according to the character of the effect it can have on humans. Remember the difference between low venom and high venom! and the main thing is if there are two real points of the bite, meaning high venom. If the bite forms a letter U with a large number of wounds it means it is not venomous. If you cannot recognize the type of snake, suppose that it is a high poisonous and deadly snake. Next, try to memorize the characteristics of the snake and if necessary, kill the snake to take it to the medical department. "Snake everywhere, don't worry just be prepared!"
  6. Six Perform first aid measures


HANDLING OF SNAKE BITES IS NOT VENOMOUS

It will only cause torn sores or abrasions and itching.
  • Ø  Remove the elastic pads
  • Ø  Wash the wound with water and soap or cleanse the wound (Revanol)
  • Ø  Give antiseptic medication.
  • Ø  If necessary, cover the wound with a gauze cloth or leave it open to dry quickly
  • Ø  Remember! snakes don't need to be killed
  • Ø  Handling medium poisonous snake bites, Will cause swelling in the area around the wound, discoloration, and if the condition of the body is not fit, it will feel hot - cold fever for about 2-7 days.
  • Ø  Remove the pads
  • Ø  Wash the wound with an existing cleanser (revanol)
  • Ø  Give antiseptic
  • Ø  If necessary, cover the wound with a gauze cloth or leave it open to dry quickly
  • Ø  Try to get the victim to rest for a while
  • Ø  Give high calorie and protein foods or drinks
  • Ø  Give additional vitamins
  • Ø  Remember ! snakes don't need to be killed
  • Ø  When bitten by a giant type snake, Pyhton snake, Resulting in open bleeding and torn wounds.
  • Ø  Position the wound above from the position of the heart to prevent bleeding, preferably lying down
  • Ø  Stop Bleeding! by performing a procedure for handling open bleeding or by using a torniquet technique.
  • Ø  Rest and calm the victim
  • Ø  Try to evacuate to the hospital while paying attention to bleeding so that it does not open again.
  • Ø  Give high calorie and protein foods or drinks
  • Give additional vitamins

Sunday, 12 August 2018

ANATOMI SALURAN PENCERNAAN


ANATOMI SALURAN PENCERNAAN

Kerikut Kami Ulas mengenai anatomi saluran cerna.
      1.       Mulut
Mulut adalah saluran cerna awal dari sistem cerna manusia, dimulai dari gigi yang berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka pada saluran pencernaan. setelah dikunyah, lidah lidah mendorong makanan kedalam faring, makanan bergerak ke esofagus, dan kemudian ke lambung.

      2.       Esofagus
Adalah sebuah selang panjang, sepertiga bagian atas adalah otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin, permukaan esofagus diselimuti selaput mukosa yang mengeluarkan secret mucoid yang berguna untuk perlindungan.
Add caption

      3.       Lambung
Adalah bagian terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan peristaltic, yaitu gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian, dari otot yang mendotong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah sfingter pylorus pada ujung distal lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan makanan telah menjadi substansi yang disebut Kimus. Kimus ini dipompa melalui sfingter pylorus ke duedenum. Rata – rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah kurang lebih 2 – 6 jam.
makanan pada lambung dan usus dikarenakan adanya peran dari

     4.       Usus halus
Usus halus adalah saluran  panjang antara lambung dan usus besar, panjang usus halus kurang lebih 8 – 9 meter. Usus halus mempunyai tiga bagian, yaitu :
a.       Duedenum, yang berhubungan langsung dengan lambung.
b.      Yeyenum atau bagian tengah
c.       Illeum
  
      5.       Usus besar ( kolon )
Usus besar pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 125 – 150 cm, yang terdiri dari:
a.  Sekum – illeosekal ( menghubungkan usus halus dan usus besar untuk mencegah regurgitasi )
b.      Kolon (asenden, transfersum, desenden, sigmoid )
c.   Rektum kurang lebih memiliki panjang 10 – 15 cm, normalnya rektum kosong sampai menjelang defekasi.

Anus atau anal atau Orifisium Eksternal, memiliki panjang kurang lebih 2,5 – 5 cm, memiliki dua sfingter yaitu sfingter internal (involunter) dan sfingter eksternal (volunter).

PATOFISIOLOGI SISTEM URINARIA


PATOFISIOLOGI SISTEM URINARIA

Masalah – masalah dalam eliminasi urine adalah : Retensi urine, inkontinensia urin, enuresis, poliurine dan anuria. Masalah yang sering muncul yaitu.

      1.       Retensio Urine
a.   Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri yang menyebabkan distensi kandung kemih.
b.   Normal urin berada di kandung kemih adalah kurang lebih 250 – 450 ml. Dalam jumlah ini urin dapat merangsang refleks untuk berkemih.
c.    Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000-4000 ml.

Tanda – tanda klinis retensio urine yaitu :
a.       Ketidak nyamanan daerah simpisis pubis
b.      Distensin kandung kemih
c.       Ketidaksanggupan untuk berkemih
d.      Meningkatnya keresahan dan keinginan untuk berkemih juga meningkat.
e.      Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan asupan cairan tubuh.

       2.       Inkontinensia urine
a.   Ketidakmampuan sementara ataupun permanan otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
b.  Kandung kemih tidak terkosongkan sempurna, dan meninggalkan residu yang cukup banyak, sehingga menimbulkan rasa tidak lampias / tidak puas dan merasa ingin berkemih kembali.

Penyebab inkontinensia urine yaitu :
a.       Penggunaan obat narkotik sedasi.
b.      Penurunan kesadaran.
c.       Spasme kandung kemih.
d.      Pembesaran kelenjar prostat.
e.      Proses penuaan.

       3.       Perubahan pola berkemih
a.  Nokturia, yaitu meningkatnya frekwensi berkemih pada malam hari, tetapi bukan karena asupan cairan yang banyak.
b.   Frekwensi berkemih maningkat pada oreng yang mengalami stres berlebih dan pada wanita hamih
c.   Dikarenakan oleh Cystitis, atau penyakit peradangan pada kandung kemih.
d.   Pada keadaan normal, meningkat frekwensi berkemih dikarenakan oleh intake cairan yang tinggi pula.
       
        4.       Dysuria
a.     Adanya rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.
b.  Dapat terjadi karena, striktur uretra, infeksi saluran perkemihan, trauma pada kandung kemih ataupun uretra.

        5.       Polyuria
a.   Produksi urine yang berlebih tanpa adanya peningkatan pola asupan atau intake cairan yang signifikan.
b.      Dapat terjadi karena penyakit, Diabetes mellitus, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronis.
c.     Tanda – tanda lain adalah, polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat badan.

       6.       Oliguria
        Produksi urin abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal, misalnya 100-450 ml/hari, 
        penyebab  anuria dan oliguria diantaranya, penyakit ginjal, gagal jantung, luka bakar dan syok.

       7.       Urinaria suspensi
a.     Berhentinya produksi urine secara mendadak.
b.   Secara normal urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 20 – 60 ml/jam.

       8.       Disanuria
          Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine.

Friday, 10 August 2018

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URINE

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URINE


1.       Asupan atau Intake
Jumlah, tipe makanan dan minuman merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine. Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.

2.       Stres Psikologis
Meningkatnya sters dapat mengekibatkan pula meningkatnya produksi urine dan meningkatnya frekwensi keinginan berkemih.

3.       Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat mengekibatkan urine banyak tertahan didalam vesika urinaria sehingga dapat mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.

4.       Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam hal ini kaitannya terhadap ketersediaan fasilitas toilet

5.       Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya fungsi tonus otot vesika urinaria menyebabkan menurunnya kemampuan pengontrol keinginan berkemih, dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktifitas.
6.       Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi meningkatnya produksi urine, seperti penyakit Diabetes Mellitus.

7.       Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga mempengaruhi pola berkemih, hal tersebut dapat ditemukan pada anak, atau pada lansia yang telah mengalami regresi, yang cenderung lebih memiliki kesulitan untuk dapat mengontrol keinginan berkemih.

8.       Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.

9.       Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan produksi urine. Pemberian obat anestesi menurunkan filtrasi glomerolus yang dapat menekan produksi urine.

10.   Pengobatan
  Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan ataupun penurunan proses sistem perkemihan, misal pemberian obat diuretik dapat meningkatkan jumlah urin, sedangkan pemberian obat antikolinergik dan obat anti hipertensi dapat menyebebkan retensi urine. 

Wednesday, 8 August 2018

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ( KDM ) KEBUTUHAN ELIMINASI

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ( KDM )
HIRARKI PERTAMA
BAB 1
KEBUTUHAN ELIMINASI


A.      PENGERTIAN ELIMINASI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa urin ataupun feses. Proses pembuangan urin disebut miksi atau berkemih, yaitu proses pengosongan kandung kemih yang telah terisi penuh oleh urin. Organ tubuh yang berperan dalam proses miksi adalah, Ginjal, ureter , kandung kemih, dan uretra.
Terdapat dua tahap dalam proses terjadinya miksi,
1.       Tahap pertama kandung kemih terisi secara progresif sehingga dinding kandung kemih makin menegang diatas nilai ambang.
2.       Tahap dua tercetusnya rangsangan refleks miksi atau berkemih sehingga menimbulkan keinginan ingin berkemih atau membuang air kecil.
Normalnya berkemih dalam setiap hari adalah 5 ( Lima ) kali, dan meninggalkan urin residu atau urin tersisa pada kanung kemih tidak lebih dari 10Ml urin.

B.      ORGAN SISTEM URINARIA
1.       Ginjal
Ginjal terletak pada bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritonium, ginjal ada dua buah yang terletak pada dua sisi kanan dan kiri vertebra lumbalis III, dan melekat pada dinding abdomen. Bentuk ginjal mengerupai kacang merah, ginjal kiri lebih besar dari gijal kanan, pada orang dewasa berat ginjal kurang lebih 200 gram.
Fungsi dan peran organ pada ginjal :
a.       Kulit Ginjal ( Korteks )
Pada korteks terdapat bagian yang bertugas sebagai penyaringan darah yang disebut Nefron, pada organ penyaringan darah ini banyak terdapat kapiler – kapiler darah yang tersusun disebut Glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bowman yang disebut badan malphigi. Zat yang terlarut dalam darah akan masuk ke dalam simpai bowman, dan masuk menuju pembuluh lanjutan simpai bowman yang terdapat didalam sumsum ginjal.
b.      Medulla ( Sumsum Ginjal )
Pada medulla terdapat beberapa badan berbentuk kerucut disebut piramid renal, dasarnya menghadap korteks, dan bagian atasnya yang disebut apeks atau papila renis, mengarah kebagian dalam ginjal, satu piramid dengan jaringan korteks didalamnya disebut lobus ginjal. Piramid yang berjumlah antara 8 sampai 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri dari saluran paralel ( Tubuli dan Duktus Koligentes ) diantara piramid terdapat jaringan korteks yang disebut Kolumna Renal. Pada bagian ini terdapat ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bowman, didalam pebuluh halus ini terangkut urin yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi.
c.       Pelvis Renalis ( Rongga Ginjal )
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, dengan  bentuk menyerupai corong lebar, sebelum berbatasan langsung dengan ginjal, pada palvis renalis terdapat percabangan dua atau tiga yang disebut kaliks mayor yang masing – masing bercabang membenyuk kaliks minor, yang dapat menampung urin yang keluar dari papila, dari kaliks minor urin masuk ke kaliks mayor,ke lalu ke pelvis renis lalu ke ureter hingga ditampung dalam kandung kemih.
2.       Fungsi Ginjal
a.       Mengekresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung Nitrogen misal amonia
b.      Mengekresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan
c.       Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara Osmoregulasi
d.      Mengatur tekaqnan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
3.       Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis  ( Vasomotor ) syaraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal.
4.       Ureter
Adalah saluran pipa dari masing – masing Ginjal ke Vesika urinaria ( kandung kemih ), dengan panjang masing – masing saluran kurang lebih 25 cm sampai 30 cm dengan ukuran lingkaran pipa kurang lebih 0,5 cm, sebagian ureter terletak didalam rongga abdomen dan sebagian lagi dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter :
a.       Dinding luar adalah jaringan ikat ( jaringan vibrosa )
b.      Lapisan tengah adalah otot polos
c.       Lapisan dalam adalah lapisan mukosa
Lapican dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong urin masuk pada kandung kemih.
5.      Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
                     Kendung kemih adalah pusat penyimpanan akhir urin sebelum dikeluarkan dengan proses miksi,

Saturday, 28 July 2018

KLASIFIKASI TINGKAT KETERGANTUNGAN PASIEN


KLASIFIKASI TINGKAT KETERGANTUNGAN PASIEN


A.    Kategori I: Perawatan Mandiri
    Kriteria pasien pada klasifikasi ini adalah pasien masih dapat melakukan sendirikebersihan dii, mandi, ganti pakaian, makan, minum, penmpilan secara umum baik,tidak ada reaksi emosional. Pasien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi ataugerakan. Pasien perlu dilakukan observasi setiap shift, pengobatan minimal, danpersiapan prosedur memerlukan pengobatan. Perawatan Mandiri memerlukan waktu1-2 jam/24jam
B.   Kategori II: Perawatan Intermediate/Parsial
   Kriteria pasien pada klasifikasi ini adalah memerlukan bantuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, mengatur posisi waktu makan, memberikan motivasi agar makan, bantuan dalam eliminasi dan kebersihan diri, tindakan perawatan untuk memonitor tanda-tanda vital, memeriksa produksi urine, fungsi fisiologis, status emosional, kelancaran drainase (infus), bantuan dalam pendidikan kesehatan serta persiapan pengobatan memerlukan prosedur. Perawatan Parsial memerlukan waktu 3-4 jam/24jam
C.  Kategori III: Perawatan Total
  Kriteria pasien pada klasifikasi ini adalah tidak dapat melakukan sendiri kebutuhansehari-harinya, semua kebutuhan dibantu oleh perawat, penampilan pasien sakitberat, pasien memerlukan observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam, menggunakanselang NGT, menggunakan terapi intravena, pemakaian alat penghisap (suction) dan kadang pasien dalam kondisi gelisah/disorientasi. Perawatan Total memerlukanwaktu 5-6 jam/24jam

Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasienmenurut Teori Orem Self Care-Defisit
No. Klasifikasi dan KriteriaI.

            Minimal Care
1.              Pasien mampu mandiri/hampir tidak memerlukan bantuan.
2.              Mampu naik turun tempat tidur 
3.              Mampu ambulasi dan berjalan sendiric.
4.              Mampu makan dan minum sendiri.
5.              Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan.
6.              Mampu membersihkan mulut ( sikat gigi sendiri ).
7.              Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuang.
8.              Mampu BAB dan BAK dengan sedikit bantuan.
9.              Status psikologis stabil.
10.       Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik.
11.       Operasi ringan.

Partial Care
1.      Klien memerlukan bantuan perawat sebagian.
2.      Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik dan turun tempat tidur.
3.      Membutuhkan bantuan untuk ambulasi.
4.      Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan.
5.      Membutuhkan bantuan untuk makan ( disuapi ).
6.      Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut.
7.      Membutuhkan bantuan untuk berpakaian.
8.      Mambutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK ( tempat tidur/kamar mandi )
9.      Post op minor.
10.  Melewati fase akut dari post op mayor.
11.  Fase awal dari penyembuhan.
12.  Observasi tanda-anda vital setiap 4 jam.
13.  Gangguan emosional ringan.

Total Care
1.            Pasien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu perawatan yang lebih lama.
2.      Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur ke kereta dorong (kursi roda).
3.      Membutuhkan latihan fisik.
4.      Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena (infuse) / NGT.
5.      Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut.
6.      Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian.
7.      Dimandikan oleh perawat.
8.      Dalam keadaan inkontinensial, menggunakan kateter.
9.      24 jam post operasi mayor.
10.  Pasien tidak sadar.
11.  Keadaan pasien tidak stabil.
12.  Observasi TTV setiap kurang dari 1 jam.
13.  Perawatan luka bakar.
14.  Perawatan kolostomi.
15.  Menggunakan alat bantu pernapasan atau respirator.
16.  Menggunakan WSD.
17.  Irigasi kandung kemih secara terus menerus.
18.  Menggunakan alat traksi (skeletal traksi).
19.  Fraktur / pasca operasi tulang belakang atau leher.
20. Gangguan emosional berat, bingung dan orientasi